Sukabumi|Tintamerahnews.com – Konflik agraria yang terjadi antara petani penggarap cijambe dengan eks hgu perkebunan bantargadung berawal dari akses petani yang di tutup oleh perusahaan menggunakan portal.
Menurut Koordinator Gerakan Mahasiswa Petani Jawa Barat Moch Davit, padahal petani sudah membayar biaya sewa rutin dan petani di bebankan biaya di luar sewa apabila ingin melakukan kegiatan bertani,
“Mereka para petani sudah bertahun – tahun bercocok tanam di lahan eks perkebunan tersebut untuk mempertahankan keberlangsungan hidup” ujar Davit Minggu (24/11/2024)
Masih menurutnya, Puncak kekesalan petani terjadi karena hal tersebut sangat membebani perekonomian para petani yang merupakan petani singkong di mana harga nya kadang tidak stabil di tambah harus membayar biaya tambahan buka portal untuk melakukan aktivitas bercocok tanam.
“Hal itulah yang mendorong terjadi pengrusakan portal, setelah pengaduan masyarakat berkaitan penutupan akses jalan tidak direspon pemerintah dan mengakibatkan 3 petani di kriminalisasi” ungkapnya
Dikatakan Davit, Sesuai keputusan menteri ATR/BPN No : 2/pbt/KEM-ATR/BPN/IX/2023 tentang pembatalan HGU PT bantargadung yang dimana dalam salah satu poin mengatakan bahwa status tanah kembali menjadi tanah yang di kuasai langsung oleh negara.
“Saya selaku Koordinator Gerakan Mahasiswa Petani Jawa Barat mengecam kriminalisasi yang terjadi kepada 3 petani penggarap.Dan mendesak pemerintah kabupaten sukabumi untuk mencabut rekomendasi bupati terkait pembaruan HGU PT Bantargadung No : 500.17.3.3/3456/DPTR/2024 dikarena sudah keluar dari salah satu syarat pembaharuan hak atau perpanjangan HGU yang dimana harus clear n clean tanpa masalah atau konflik” kata Davit
Lanjut dia, Menyikapi hal tersebut l, “kami GEMA PETANI JAWA BARAT akan melakukan konsolidasi dengan beberapa organisasi untuk menyuarakan suara rakyat dan akan turun kejalan sampai para petani yang di kriminalisasi di bebaskan”pungkasnya
Reporter : Eka.L