Sukabumi|Tintamerahnews.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Sukabumi akhirnya memutuskan kasus sumpah pemilih yang dilakukan salah satu paslon wali kota Sukabumi melanggar administrasi. Hal ini terkait laporan maraknya kampanye sumpah pemilih menggunakan syahadat dalam memberikan dukungan kepada salah satu paslon wali kota Sukabumi.
” Mengajak masyarakat untuk bersumpah atau menandatangani janji tertulis dapat dianggap sebagai bentuk tekanan sekalipun dilakukan secara personal antara pemberi sumpah dan yang disumpah,” ujar Ketua Bawaslu Kota Sukabumi Yasti Yustia Asih dalam keterangan persnya, Sabtu (16/11/2024). Sebab, hal tersebut bisa menjadi bagian yang dianggap bertentangan dengan asas pemilihan yang bebas dan adil dan tindakan tersebut dapat memengaruhi kebebasan pemilih dengan cara yang tidak wajar.
Menurut Yasti, untuk laporan tersebut Bawaslu Kota Sukabumi merekomendasikan kepada KPU Kota Sukabumi untuk memberikan teguran atau surat peringatan kepada Pasangan Calon yang melanggar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Putusan ini mendasarkan beberapa ketentuan.
Di antaranya kata Yasti, berdasarkan Pasal 65 Undang-undang 10 Tahun 2016 terkait metode kampanye. Dalam aturan itu disebutkan kampanye dapat dilaksanakan melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik/debat terbuka antarpasangan calon, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga, iklan media massa cetak dan media massa elektronik dan atau kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
” Bawaslu terhadap kegiatan kampanye berupa ajakan untuk bersumpah dan menandatangani janji tertulis sebagaimana yang dijelaskan diatas menyimpulkan kegiatan tersebut tidak termasuk dalam metode kampanye yang sah dan termasuk kedalam dugaan pelanggaran administrasi,” ungkap Yasti. Karena tidak sesuai dengan tata cara kampanye yang diatur oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Selanjutnya terang Yasti, berdasarkan Pasal 69 Huruf b Undang-undang 10 Tahun 2016 menyebutkan menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik. Berkaitan dengan hal tersebut narasi kampanye tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan yang menyangkut terhadap unsur agama, suku, ras, golongan.
Menurut Yasti, tindakan yang menimbulkan dampak psikologis yang memengaruhi kebebasan pemilih dianggap sebagai bentuk intimidasi. Permintaan sumpah dan janji tertulis dapat dikategorikan sebagai bentuk manipulasi atau tekanan terhadap pemilih, yang bertentangan dengan prinsip kampanye yang jujur dan adil.
Yasti menuturkan, berdasarkan Pasal 69 Huruf (d) Undang-undang 10 Tahun 2016 menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik. Berkaitan dengan hal tersebut narasi kampanye hanya boleh dilakukan dengan cara yang tidak mengintimidasi pemilih.
Di sisi lain, Bawaslu Kota Sukabumi beberapa hari yang lalu menerima laporan dari salah seorang warga yang melaporkan bahwa telah terjadi politik uang yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon. ” Selama 5 hari Bawaslu Kota Sukabumi bersama-sama Gakkumdu menangani dan mengkaji laporan tersebut dengan meminta keterangan dari pelapor juga 2 orang saksi, tiga orang saksi juga diundang untuk dimintai keterangan tetapi setelah 2 (dua) kali diundang saksi tersebut tidak hadir,” jelasnya.
Setelah pembahasan kedua Bawaslu dan Gakkumdu tutur Yasti, memberikan kesimpulan bahwa dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan berupa Politik Uang dihentikan karena tidak terpenuhinya unsur. Akan tetapi dalam kajian dan pleno Bawaslu memutuskan terhadap laporan tersebut terdapat dugaan pelanggaran administrasi terkait metode kampanye yang dilakukan oleh terlapor yang menggunakan sumpah dalam metode kampanyenya.
Reporter : Eka Lesmana